Selasa, 26 Mei 2009

CERMINAN SEMANGAT PEMUDA ZAMAN

Dalam kitab Thariqud-da’wah; bainal ashalah wal inhiraf, Syekh Musthafa Masyhur mengatakan:“Pribadi muslim adalah batu bata asasi dalam al bina’ (pembinaan), baik pembinaan al bait al muslim (keluarga muslim), atau al mujtama’ al muslim (masyarakat muslim), atau al hukumah al muslimah dan ad-daulah. Sesuai dengan kadar yang diterima oleh pribadi dalam hal tarbiyah, sesuai itu pula kekokohan bina’ (bangunan)-nya.
Aqidah dan iman yang kuat adalah asas bina’ syakhshiyyatul fardi al muslim (asas pembentukan pribadi muslim), karenanya, taqshir (keteledoran) di bidang tarbiyah terhitung sebagai kelemahan dalam al asas, dan menghadapkan bangunan kepada keambrukan, cepat atau lambat.
Tidak memberikan ihtimam (perhatian) yang layak kepada tarbiyah juga akan berdampak kepada menurunnya mustawal afrad, sehingga tidak meluluskan afrad ‘alal mustawal mas-uliyah wa tahammuli amanaatil ‘amal (pribadi-pribadi yang tidak selevel dengan tingkat tanggung jawab dan daya tahan dalam memikul berbagai amanah ‘amal), dimana seharusnya mereka meringankan beban-beban dakwah, malahan menimbulkan berbagai musykilah dan khilafat (problematika, masalah dan pertentangan-pertentangan), dan jadilah mereka itu beban dan penyibuk yang merugikan ‘amal, produktifitas dan da’wah.
Tarbiyah mempunyai pengaruh yang sangat panjang sepanjang hari-hari yang ada, dan juga dalam menghadapi berbagai peristiwa serta memenuhi mutathallabil ‘amal (tuntutan-tuntutan amal) di atas jalan da’wah, baik saat terjadi mihnah (cobaan) dan menghadapi tipu daya musuh, atau saat muncul tuntutan jihad, tadh-hiyah (pengorbanan) dan tugas-tugas lainnya.
Sangat penting juga untuk kami jelaskan bahwa tidak shahih tarbiyah hanya terbatas pada mubtadi-in (pemula) yang tidak berlaku lagi bagi al mutaqaddimin (para senior), akan tetapi, tarbiyah harus istimrar terus menerus, dan untuk berbagai level serta berbagai tangga senioritas, sebab, tidak ada seorangpun kecuali membutuhkan zad (bekal) dan tadzkiri (pengingatan)”.
(Masyhur, Musthafa dalam min fiqhid-dawah, Dar at-tauzi’ wa an-nasyr al islamiyah 1415 H – 1995 M, jilid 1 hal 187).
Selanjutnya, beliau menjelaskan tentang asbab ihmal at-tarbiyah (sebab-sebab diabaikannya tarbiyah). Dalam bab ini beliau menjelaskan bahwa asbab ihmal at-tarbiyah adalah:
Dominan-nya aspek siyasah dalam harakah atas aspek tarbiyah. Dampaknya waktu-waktu yang terjebak pada syakliyyat (aspek-aspek formal), munaqasyat (diskusi-diskusi) dan lain-lain.
‘Adam I’dad Murabbiin yastau’ibuunal qadimin (tidak menyiapkan murabbi-murabbi baru yang sanggup meng-isti’ab (membina) pendatang-pendatang baru, dari sinilah mustawa tarbiyah turun. Demikian juga karena adanya ihtimam az-zaidi (perhatian berlebih) terhadap nasyr ad-da’wah (penyebaran da’wah) yang berdampak kepada banyaknya pendatang baru tanpa diimbangi oleh daya dukung untuk meng-isti’ab mereka dengan tarbiyah. Karenanya, menjadi sebuah keharusan untuk ihtimam bi i’dad murabbiin (perhatian dalam menyiapkan para murabbi) dan menselaraskan antara nasy ad-da’wah dan tarbiyah, maksudnya: antara marhalah ta’rif (level pengenalan) dan marhalah takwin (pembentukan).
Berubahnya halaqoh menjadi fashlin tsaqafi thok yang sekedar ma’rifah (tahu) dan tahshil (dapat pelajaran), padahal seharusnya ia menjadi bautaqah lish-shaqli (bingkai tempat dituangkannya bahan baku), takwin (pembentukan), dan taqwimul akhlaq (pelurusan akhlaq). Atau secara umum, inhiraf (pengabaian) dalam hal ini adalah tafrigh wasa-il at-tarbiyah min jauhariha (pengosongan sarana-sarana tarbiyah dari mutiara intinya), sehingga sarana-sarana itu hanya mazh-har (tapilan luar) semata, baik dia itu halaqoh, atau ta’lim.
Tersibukkan oleh bidang-bidang kegiatan tertentu, karena situasi dan kondisi yang muncul sehingga menyebabkan terabaikannya tarbiyah. Tidak shahih (benar) kalau sampai ada sesuatu hal yang menyebabkan ditinggalkannya tarbiyah karena kesibukan mengurusi sesuatu, apapun dia, termasuk jihad dan memerangi musuh, bahkan, tarbiyah dalam situasi dan kondisi yang sangat sulit dan genting itu justru menjadi urusan yang paling harus, sebab, unsur iman adalah sebab yang paling harus untuk dipenuhi dalam rangka mendapatkan ta’yid (dukungan), ‘aun (pertolongan) dan nashr (kemenangan) dari Allah swt.
Dalam buku tersebut Syekh Musthafa Masyhur juga menyebutkan berbagai bentuk inhiraf (penyimpangan), diantaranya adalah:
Qillatul ‘Ilm (sedikit ilmu).
Al Ihtimam bil Mazh-har dunal jauhar, wa taghlibul jidal wan-niqasy ‘alal ‘amal (perhatian hanya kepada aspek tampilan yang melupakan mutiara isinya dan dominasi debat dan diskusi yang mengalahkan amal).
Al Irtijal wa ‘adamut-takhthith (asal jalan dan tidak ada perencanaan).
Tarbiyah dzatiyah adalah berbagai jenis program, aktifitas, dan kegiatan yang dilakukan oleh peserta tarbiyah secara mandiri dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya, baik pada sisi aqidah imaniyah, ibadah sya’airiyah, khuluqiyah adabiyah, nafsiyah, ilmiah tsaqafiyah, jasadiyah, iqtishadiyah, mihariyah maupun ijtima’iyah. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa tarbiyah dzatiyah mencakup berbagai aspek, yaitu:
1. Aqidiyah imaniyah. Maksudnya adalah program-program, dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas aqidah imaniyah dirinya.
2. Ibadah sya’airiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah-ibadah ritualnya.
3. Khuluqiyah adabiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela serta menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.
4. Nafsiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka memperkokoh kejiwaannya agar sesuai dengan kehendak Allah swt.
5. Ilmiah tsaqafiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka ilmu pengetahuan dan wawasannya.
6. Jasadiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka menjaga dan memelihara kesehatan jasmani dan tubuhnya serta menyiapkannya untuk menjadi pendukung da’wah.
7. Iqtishadiyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka melatih dirinya agar berpenghasilan dan tidak menjadi beban bagi sesamanya.
8. Mihariyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka menumbuhkan, menjaga, mengarahkan dan meningkatkan bakat, kecenderungan dan modal-modal dasarnya.
9. Ijtima’iyah. Maksudnya adalah program-program dan kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh peserta tarbiyah dalam rangka menumbuhkan, menjaga, memelihara, mengarahkan dan meningkatkan syakhshiyyah ijtima’iyah (kemasyarakatan, keorganisasian, kebersamaan) yang ada pada dirinya.

Rabu, 28 Januari 2009

Pemuda Harapan Zaman

Pemuda adalah insan unik dari siklus hidup yaitu manusia, kajian positif tentang usia muda. setiap sepak terjangnya penuh makna, diam, bicara bahkan menghilang sekali pun dari kerumunan manusia menyimpan arti tersendiri untuk pemuda. Sebut saja sosok pemuda bernama Muhammad SAW, di usia muda beliau sempat menghilang dari kerumunan manusia untuk menyendiri (berkhalwat) di gua. Sepulangnya, beliau menyingkap tabir pemaknaan manusia, maka jadilah beliau seorang Nabi dan Rosul yang Al-amin (sangat terpercaya) dan Khatamun nabi (penutup serta penyempurna risalah dan nabi terakhir), serta menjadi Rahmatan lil'alamin (rahmat bagi semesta alam). Subhanallah...! itulah sosok pemuda yang dibuktikan oleh sejarah dan terus berlaku sepanjang zaman !.

Kiranya juga sosok pemuda tidak hanya bernostalgia atau romantisme sejarah, tetapi hari ini para pemuda harus bisa memaknakan kepemudaannya agar torehan tinta sejarah terus bertambah sepanjang umat manusia terus menapaki jalan yang menuju risalah rahmatan lil'alamin. Al-Islam: Kedamaian semesta dan seluruh isinya.

Siapakah kiranya untuk melanjutkan pemaknaan pemuda yang menjadi dambaan sepanjang zaman. semua itu butuh proses panjang dan pilihan hidup, terjal memang untuk mengarunginya tapi nikmat rasanya kalau itu menjadi pilihan pemuda. diantara proses pilihan hidup menjadi pemuda harapan zaman adalah:

  1. Ingin Selalu Baik ( Selalu Niat Baik dan Positif Thinking)
Mudah rasanya kalau berniat baik, karena secara fitroh (naluri manusia) memang manusia diselimuti nilai kebaikan, yangbmempengaruhi hanyalah hawa nafsunya. inilah musuh utama bahkan ada yang mengatakan terbesar sehingga memeranginya berpahala JIHAD! secara mutlak pula dengan niat baik yang selalu bersemayam di jiwa pemuda. inilah yang akan melanjutkan sepak terjang para pemuda kedepan. So, hati- hatilah dengan niat anda, selalu perbaharui niat dan cerahkan pikiran dengan nilai positif.

2. Menjadi Orang Baik ( Pilihan hidup)

ini adalah keniscayaan pilihan hidup. Menjadi dan dipandang baik, bukan hanya oleh personal tapi seluruh mengenal, merasakan walaupun tidak bersentuhan langsung, tetapi mereka menilai kita adalah baik. Maka baiklah pemuda itu! karena keburukan adalah segala macam perbuatan yang meragukan hati, membuat hati kecil kita berpikir ulang dan seluruh insan manusia meragukan perbuatan itu maka itulah keburukan. So, tinggalkanlah keraguan ! pastikan dengan yang terbaik dan istikharah (memilih dengan bantuan media Sang Pencipta).

3. Bertambah Baik (Peningkatan Amal Soleh/ Status)

Mana ada pemuda yang tidak mau mendapatkan 'gelar' soleh atau solehah (orang baik), karena penilaian Snag Pencipta bukan karena kedudukannya, jabatannya, dan lain-lain. Tetapi berapa banyak amal (kerja- kerja positif) yang diperbuat sehingga mereka terus bangkit untuk mencari makna sesungguhnya. Pemuda butuh peningkatan, karena pemuda terus tumbuh baik fisiknya, emosinya dan akalnya. inilah yang menentukan pemuda terus bergerak (beramal).

4. Apakah Kita Baik (Intropeksi Diri/ Muhasabah)

Pemuda harus mengakui, bahwa emosinya sangat rentan 'terpancing', hawa nafsunya sangat sensitif dengan rangsangan dinamika kehidupan. Maka dibutuhkan 'rehat sejenak' untuk melihat diri: hati, akal, serta fisik kita. Karena organ pembentuk pemuda itu bagaikan mesin yang terus terpakai, maka ada masanya untuk diservice dan kontrol. Dengan konsep intropeksi diri inilah para pemuda mampu memperbaharui niat (tajdidunniyah), terus terjaga serta bangkit dan pantang mengeluh. Maka siapkanlah jadwal rutin untuk intropeksi diri karena dengan itu pemuda akan selalu tahu diri. sebagaimana Rosulullah SAW bersabda ; "Brang siapa yang mengenal dirinya, maka dia telah mengenal Tuhan-Nya". (Al-Hadist).

5. Menjadi Sangat Baik (Nilai Taqwa)

Inilah puncak akhir dari penilaian kebaikan: nilai taqwa, sumacumlaude. Dan ini tidak dapat dimiliki dan didapatkan oleh semua orang karena ini adalh bagian dari pilihan hidup yang 'ekstrim' para pemuda. sudah pasti onak dan duri kehidupan membayangi kesuksesan hakiki. Tidak jarang pemuda terseleksi dengan nilai taqwa, killatur rijal (hanya sedikit pemuda). Memang itu karakteristik pemuda dambaan zaman, kita bisa bandingkan para pemuda di zaman sekarang. Bandingkan saja satu per satu, maka kita akan mendapatkan jawabnnya.
PENTING: nilai ketaqwaan tidak dirasakan oleh individu saja, tetapi dirsakan oleh seluruh manusia dan alam ini dalam setiap siklus kehidupan.

6. Terus Menjadi Baik (Konsisten/ Istiqomah)

Dibenak manusia, sulit rasanya untuk konstan dalam kebaikan. tetapi bagi logika para pemuda semuanya bisa terjadi karena sudah terbukti serta teruji. Rosulullah SAW, para sahabatnya, serta seluruh pejuang kebenaran (Mujahid) yang tercatat dalam sejarah kehidupannya sampai detik ini! Prinsipnya terus dicoba dalam prinsip dan gerak hidup, pantang mengeluh karena mengeluh tanpa tak mampu, yakin pasti bisa. Itulah para pemuda yang terus bangkit. Harapan itu masih ada dan tidak akan sirna menjadi mutlak kecuali kiamat. Cobalah berkali- kali karena harapan itu adalah para pemuda semangat zaman.

7. Berakhir Baik (Husnul Khotimah)

Diawali dengan niat baik, berproses dengan baik, terpelihara dengan baik, dan mendapatkan hasil serta evaluasi yang baik (happy endding) inilah semangat pemuda harapan zaman. berakhir dengan predikat atau gelar taqwa, tinta sejarah yang terus tertoreh oleh penerus jejak kepahlwanan kita keseluruh penjuru dunia, meninggalkan nama abadi: Sang Mujahid dan Syuhada!

8. Selamanya Kekal Menjadi Baik ( Syurga/ Jannah)

Syurga dalah cita - cita abadi para pemuda dambaan zaman, karena darah syuhada sangatlah harum. karena kenikmatan berkumpul dengan orang- orang yang bertaqwa serta melihat Sang Pencipta Pemuda tidaklah terbayangkan. Para pemuda yakin kehidupan yang sesunguhnya adalah akhirat, dan sebaik- baik tempat adalah Syurga. walaupun jiwanya bersemayam di syurga tetapi kepahlwanannya tetap terlihat dan dirasakan di dunia.

Itulah beberapa jalan untuk menjadi pemuda harapan zaman. ya, sepanjang zaman karena kita adalah generasi zamannya. Ingat ini:" Hari ini harus lebih baik darai hari kemaren,. Jika hari ini sama saja maka kita merugi, dan apabila hari ini lebih buruk maka para pemuda itu akan celaka ". (Al- Hadist). Seomga kita terpilih dalam jalan pemuda harapan zaman, karena pemuda harapan zaman tidak akan pernah musnah dan usang dimakan zaman sampai akhir zaman ini. Wallahu a'lam....

Memoar: Buletin Visioner Leader, Edisi 04; November 2008 M/ 1429 H
Sang Pemuda dari Mujahid Benteng

Ahmad Syahril Baidilah El-Mauqy

Jumat, 23 Januari 2009

Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jama'ah Yang Sebenarnya)

Shidqul intima sama dengan menolong dakwah dan menjaga fikrah sama dengan menjadi anggota jamaah yang sebenarnya

Perkumpulan ataukah Jamaah?

“Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan”. Sebuah hakikat abadi yang dikumandangkan dan digemakan oleh Umar Al-Faruq RA semenjak 1400 tahun yang lalu. Melalui hakikat ini beliau menetapkan bahwa Islam tidak dapat tegak kecuali melalui sebuah jamaah yang memikulnya, menyeru kepadanya, membelanya dan berjihad di jalannya.

Dengan pernyataan ini al-Faruq mengukuhkan –tanpa ada ruang keraguan sedikit pun- bahwa terdapat perbedaan besar antara tajammu’ (perkumpulan) dan jama’ah. Perbedaan di antara keduanya sangatlah jauh. Tajammu’ :

1. Berdiri dan bubar berdasarkan pendapat, kesenangan dan keinginan personal,
2. Tidak ada nizham yang mengikatnya,
3. Tidak ada pula kaidah-kaidah yang mengatur pergerakannya.
4. Setiap orang memiliki pendapat dan kepribadiannya secara mandiri.

Sedangkan jama’ah memiliki:

1. Nizham dan manhaj hayah,
2. Rencana strategis, sasaran taktis,
3. Nizham idari, jenjang organisasi, dan jalur komando,
4. Laihah, dan qanun,
5. Program dan instrumen kerja

Sangat teringat kalimat-kalimat ini dengan seluruh makna dan konotasi tarbawinya saat saya mengikuti berbagai hal yang diucapkan dan ditulis di sana sini, ini dan itu tentang program Partai Ikhwanul Muslimin, serta buntut dari semua ini yang berupa berbagai pernyataan. Sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa ini serta hal-hal lainnya termasuk sarana tarbiyah bagi Ikhwan yang sangat kuat, sebab tarbiyah mempergunakan mawaqif (sikap) merupakan pelindung dari berbagai kehancuran. Tarbiyah seperti ini dapat memberikan tsabat terhadap hati yang faham (sadar), meluruskan jalan bagi yang guncang, dan menegakkan hujjah bagi yang meragukan.

Syahwat ataukah Syubhat?

Tahapan dakwah pada marhalah manapun tidak pernah kosong dari dualisme permusuhan abadi terhadap berbagai rencana musuh-musuh Islam. Catatan sejarah penuh dengan berbagai konspirasi mereka, adakalanya dalam bentuk upaya melakukan pengrusakan dengan menebar berbagai syahwat di satu sisi, atau terkadang pula dengan cara menebar berbagai syubhat di saat yang lain. Akibat dari hal ini, tahapan dakwah yang manapun tidak pernah sepi dari musyakkikin (para penebar keraguan), mutsabbithin (para penggembos semangat dan pembongkar ketegaran), dan mudzabdzibin (penebar sikap bermuka dua) terhadap barisan muslim dari dalamnya.

Hakikat Al-Qur’an pun menegaskan hal ini, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan di antara kamu terdapat ‘telinga-telinga’ bagi mereka” (At-Taubah: 41).

Hakikat Al-Qur’an ini memberi peringatan kepada barisan muslin agar tidak merespon rencana-rencana para musuh. Bahkan Al-Qur’an mengingatkan bahwa urusan ini bisa sampai ke tingkat terjerumus kepada hal yang dilarang, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong adalab kelompok dari kamu sendiri” (An-Nur: 11).

Dan sangat mungkin masalahnya bisa berkembang sampai ke tingkat melupakan al-ghayah (tujuan). Allah SWT berfirman: “Di antara kamu ada orang-orang yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat” (Ali Imran: 152)

Imam Al-Banna sangat memahami hakikat ini, karenanya beliau berkata: “Betapa banyak orang-orang yang ada di dalam (organisasi) kita, padahal mereka bukan bagian dari kita, dan betapa banyak orang-orang kita yang tidak ada bersama kita”!! Beliau pun meminta Ikhwan untuk memperhatikan bahaya urusan ini dan akibatnya yang sangat fatal. Beliau juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan terhadap barisan serta membersihkannya dari orang-orang lemah. Beliau berkata: “Jika ada di tengah-tengah kamu orang yang sakit hatinya, cacat tujuannya, tersembunyi keinginannya, dan cacat masa lalunya, maka keluarkanlah mereka dari dalam barisan kalian, sebab orang seperti ini menjadi penghalang rahmat dan penutup taufiq Allah SWT”.

Emosi ataukah Akal

“Kekanglah lompatan-lompatan emosi dengan nalar akal, dan terangi cahaya akal dengan bara emosi, kekang khayalan yang ada dengan kebenaran hakikat dan realita, ungkap berbagai hakikat dalam sorotan khayalan yang memukau dan berkilau, dan janganlah seluruh kecenderungan diikuti, sebab ia akan menjadikannya seperti tergantung (tidak membumi dan tidak pula melangit”.

Ini adalah kata-kata abadi yang ditaujihkan oleh Imam Al-Banna rahimahullah kepada para ikhwan. Taujih ini dimaksudkan untuk:

1. Mendisiplinkan barisan muslim agar tidak terjadi inhiraf dalam pemahaman, pemikiran ataupun perilaku.
2. Merealisasikan fokus tawazun dan i’tidal (moderasi) dalam manhajiyyatut-tafkir al-ikhwani (metodologi berfikir Ikhwan).
3. Menjaga barisan agar tidak dipermainkan oleh berbagai emosi yang meluap nan membara atau akal pikiran yang bernalar dengan gaya para filosof.
Jadi, jangan ada dominasi akal atas emosi dan jangan ada permainan perasaan yang mendominasi pemikiran. Jadi, taujih ini adalah pandangan yang obyektif, berimbang, moderat, dan bimbingan dari seorang panglima yang menjadi muassis, semoga Allah SWT merahmatinya.

Hawa Nafsu ataukah Prinsip?

“Hati-hati terhadap segala bentuk hawa yang diberi nama dengan selain Islam”. Sebuah isyarat peringatan yang ditaujihkan oleh Maemun bin Muhran rahimahullah kepada semua orang yang tertarik oleh manisnya hawa dan enaknya pendapat, dan kita dapati pemandu perjalanan mengingatkan kita dengan kekhasan ini, kenapa Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin?! Dan untuk siapa beliau menulisnya? Dan begitu pentingkah sehingga beliau menempatkannya sebagai rukun pertama dari rukun-rukun bai’at?!

Dan datangnya jawaban dari seorang pemberi nasihat yang terpercaya: Sungguh, Ushul ‘Isyrin telah menjadi –dan akan terus menjadi:

- Benang tenun yang menjaga jamaah dan para anggotanya dari inhiraf,
- Bendungan yang kokoh dalam menghadapi berbagai pen-takwil-an yang salah dalam memahami Islam,
- Penjaga barisan supaya tidak mengikuti zhan (persangkaan, dugaan) dan segala yang disenangi oleh jiwa,
- Patokan bagi setiap pergerakan, perbuatan dan pernyataan Ikhwan di sana sini.

Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin ini:

a. Dalam rangka kesatuan pemikiran, gerakan dan manhaj tarbawi bagi Jama’ah di tengan berbagai badai,

b. Agar tidak muncul berbagai madrasah pemikiran atau “jama’ah-jama’ah” yang menyusup ke tengah-tengah Jamaah,

c. Untuk tidak memberi toleransi terhadap adanya pemikiran yang menyusup atau gagasan yang kontradiksi –dikarenakan adanya emosi yang meluap atau penggampangan yang tendensius- yang bermaksud meng-infiltrasi barisan,

d. Untuk menjaga jama’ah agar tetap berada di atas garis tarbawi dan da’awi yang orisinil, menepis berbagai kotoran dan upaya-upaya penumpangan terhadapnya,

e. Dan pada akhirnya agar menjadi rujukan saat terjadi ikhtilaf (perbedaan) atau saat munculnya satu bentuk inhiraf, sebab Ushul ‘Isyrin dapat membantu penyelamatan amal,

f. dan implementasi yang baik yang akan menjaga Jama’ah dan anggotanya dari berbagai keterplesetan.

Orang-Orang yang Muncul di Permukaan ataukah Tersembunyi

Sepanjang sejarah Jama’ah seluruhnya, belum pernah terjadi perpecahan barisan atau inhiraf dari tujuan dan orientasi dikarenakan adanya suara yang tinggi, dan belum pernah pula terjadi berbagai macam move dan ketokohan di dalam Jama’ah kecuali bagi mereka yang terdepan dan bersifat shidq, serta terealisir untuk mereka, dengan mereka dan pada mereka shidqul wala’ wal intima’ (loyalitas dan merasa menjadi bagian yang benar) dari Dakwah yang diberkahi ini, semua tokoh Dakwah ini, marhalah ini dan seluruh marhalah yang ada adalah Ikhwan yang shadiqun dari Ikhwan al-Muslimin, yang:

- Mengimani ketinggian Dakwah mereka, kesucian fikrahi mereka,
- Bertekad dengan sebenarnya untuk hidup dengan Dakwah ini atau mati di jalannya.

Kepada Ikhwan yang seperti itulah yang mulia Mursyid ‘Am Syeikh Mahdi ‘Akif mengarahkan taujih-nya dalam risalahnya yang terakhir “Dan bagi mereka yang melihat bahwa dalam menjalani jalan dakwah ini terdapat peluang popularitas publik dan gemerlapnya para bintang, sungguh ia telah benar-benar merugi, sebab, para pelaku dakwah tidak melihat adanya balasan selain pahala Allah SWT jika mereka ikhlas, dan surga jika Allah SWT mengetahui bahwa dalam dirinya terdapat kebaikan, dan mereka itu beginilah adanya, orang-orang yang tersembunyi dari sisi tampilan publik, dan miskin dari sisi materi, kondisi mereka adalah men-tadh-hiyah-kan apa yang mereka miliki, dan memberikan apa yang ada di tangan mereka, harapan mereka adalah ridha Allah, dan Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.

Untuk lebih memperjelas urusan ini, beliau berkata: “dan supaya Ikhwan mengetahui bahwa tantangan terbesar yang menghadang mereka adalah:
- Adanya upaya-upaya untuk memperlemah tekad kalian,
- Adanya tasykik (pemunculan keraguan) terhadap manhaj dan keagungan risalah kalian.
- Supaya para musuh kalian mendorong kalian pada posisi:
- Putus asa yang menyebabkan duduk tidak mau bekerja, atau
- Keraguan yang mencerai beraikan, atau
- Dorongan emosi yang tanpa kendali”.

Tsawabit ataukah Mutaghayyirat?

Allah SWT telah menjadikan dakwah Ikhwan berbeda dengan yang lainnya dalam hal adanya: Ru’yah wadhihah (visi yang jelas), yang memungkinkannya untuk menyatukan Jamaah, baik sebagai qiyadah maupun individu dalam hal persepsi dan mafahim. Ketegasan dalam berbagai posisi sulit dan pemilihan manhaj taghyir yang paling benar yang tegak di atas minhaj nubuwwah, serta Pemahaman terhadap perbedaan antara tsawabit dan mutaghayyirat dalam perjalanan amal Islami.

Jadi, ada perbedaan jelas:
- Antara yang dini (agama) yang tsabit dan tsaqafi (wawasan, budaya) yang mutaghayyir
- Antara tsawabit al-harakah dan mutaghayyirat al-siyasah

Ia merupakan tsawabit al-’amal dalam dakwah kita. Darinya menjadi jelas sebagian dari kaidah-kaidah tanzhimi kita:

Siapa menyalahkan siapa?
Siapa meng-audit siapa?
Adakah anggota (person) hak menyalahkan Jamaah? Ataukah sebaliknya?!

Perbedaan antara nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan kritik membangun yang diletakkan pada tempatnya yang benar di satu sisi dan antara memaksakan pendapat. Di manakah nasihat? Kapan diberikan? Dan apakah ia bersifat mulzimah (mengikat)?

Instrumen pengambilan kebijakan; antara lingkaran syura dan lingkaran pengambilan keputusan, perbedaan antara syura dan istisyarah, perbedaan antara syura terorganisir yang mulzimah dan istisyarah yang afawiyyah (tidak terorganisir), antara marhalah syura dan marhalah tanfidz, keseimbangan antara syura mulzimah dan qarar yang mulzim, dan perilaku minoritas terhadap qarar yang mulzim.

Membela ataukah Menjaga

Shidqul intima’ wal wala’ (keanggotaan dan loyalitas yang benar) terhadap dakwah yang diberkahi ini, yang ada di dalam jiwa seorang akh yang shadiq, dikukur berdasarkan tingkat pelaksanaannya terhadap tugas yang diminta darinya untuk dakwahnya, dalam berbagai kondisi, dalam zhuruf apapun, dan sejauh mana ketetapan dia dalam hal ini dengan penuh tsabat yang mengharap pahala dari Allah SWT, di mana hal ini tercermin pada:
1. Membela dakwah. Dengan cara menyebarluaskannya, membelanya dan ber-tadh-hiyah di jalannya. Sebab, sebuah fikrah menjadi sukses “jika - Menguat keimanan kepadanya
- Terpenuhi ikhlas di jalannya
- Bertambah semangat untuknya
- Ditemukan adanya persiapan yang mendorongnya untuk tadh-hiyah dan kerja untuk merealisasikannya”.

2. Menjaga fikrah. Terhadap pemikiran-pemikiran dan klausul-klausulnya, pokok-pokok dan tsawabit-nya, rukun-rukun dan tiang-tiangnya, karakteristik dan kekhasannya. Serta menjaganya agar tidak ada infiltrasi pemikiran yang menimpanya. Penjagaan seperti ini menuntut adanya empat pilar:
- Kehendak kuat yang tidak terdampak oleh kelemahan.
- Kesetiaan kokoh yang tidak terkontaminasi bunglonisme dan pengkhianatan
- Tadh-hiyah langka yang tidak terhambat ketamakan dan kepelitan
- Pengenalan terhadap prinsip, keyakinan kepadanya dan penghargaan terhadapnya, yang akan melindunginya dari kesalahan, inhiraf, tawar menawar dan tergoda oleh yang lainnya.

Di atas rukun-rukun dasar yang merupakan kekhasan jiwa satu-satunya ini, dan di atas kekuatan ruhani yang besar seperti inilah berbagai prinsip dibangun, berbagai bangsa yang bangkit di-tarbiyah, dan berbagai masyarakat baru dibentuk serta kehidupan diperbaharui dari mereka-mereka yang sudah lama tidak dapat menikmati kehidupan dalam tempo yang lama”.

Detik Kejujuran

Ini merupakan detik-detik kebeningan jiwa. Di dalamnya kita saling mengingat hal-hal yang mengikatkan kita dengan dakwah mubarakah dan Jama’ah yang kekal ini. Ini merupakan waqfah shadiqah (perenungan yang jujur) bersama jiwa. Di dalam detik-detik ini kita perbaharui janji kita dengan Allah SWT, dengan dakwah kita dan dengan Jama’ah kita:

Hendaklah kita tetap tsiqah terhadap Jama’ah, sebab, ia adalah benteng yang aman bagi kita semua. Ia adalah rahasia keberlangsungan dakwah, betatapun ia diterpa berbagai syubhat, ittihamat (tuduhan) serta pendapat yang ini itu sepanjang sejarahnya.

Hendaklah kita menjaga faktor-faktor kekuatan di dalam Jama’ah, yang terwujud dalam:

- Kesatuan pemikiran, keanggotaan dan tanzhimi,
- Keterikatan barisan yang tegak di atas ukhuwwah,

Pelaksanaan hak-hak ukhuwwah secara sempurna yang berupa: cinta, penghargaan, bantuan dan itsar
- Menghadiri berbagai pertemuan jama’ah dan jangan menyelisihinya kecuali karena adanya alasan yang “memaksa”.
- Selalu mendahulukan ber-mu’amalah dengan ikhwah
- Menerima pendapat internal yang berbeda
- Saling memberi nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan berterus terang dalam memberikan mauizhah, akan tetapi pada tempatnya yang wajar.
- Bekerja untuk menyebarluaskan dakwah kita di semua tempat.
- Memberitahukan kepada qiyadah tentang berbagai situasi dan kondisi kita secara utuh.
- Tidak melakukan suatu pekerjaan yang memiliki pengaruh secara mendasar kecuali dengan ijin.
- Selalu connect secara ruhi dan amali dengan dakwah
- Selalu memandang diri sendiri sebagai prajurit di barak yang menunggu segala perintah
- Melepaskan diri dengan berbagai hubungan dengan lembaga atau jama’ah apapun yang tidak membawa maslahat bagi fikrah kita, khususnya jika hal ini diperintahkan

Penutup

Kalimat berikut diucapkan oleh Imam Asy-Syahid: “Wahai al-akh ash-shadiq! Ini adalah global dakwah kamu, penjelasan singkat terhadap fikrahmu, kamu dapat menghimpunnya dalam lima kosa kata: Allah ghoyatuna, Ar-Rasul Qudwatuna, Al-Qur’an syir’atuna (Al-Qur’an undang-undang kami), al-Jihad sabiluna, asy-syahadah umniyyatuna (syahid cita-cita kami), tampilan dakwah kamu dapat dihimpun dalam lima kosa kata yang lain: al-basathah (simpel), tilawah (baca Al-Qur’an), shalat, jundiyah (keprajuritan), khuluq (akhlaq), maka, berpeganglah kepada ajaran ini dengan kuat, jika tidak, pada barisan para pengangguran masih ada tempat bagi mereka yang malas dan suka main-main.

Saya yakin bahwa jika kamu mengamalkannya, dan menjadikannya sebagai cita-cita dan akhir dari segala tujuanmu, maka balasannya adalah kemuliaan di dunia, kebaikan dan ridha Allah di akhirat, sementara kamu adalah bagian dari kami dan kami bagian dari kamu, dan jika kamu berpaling darinya, dan duduk tidak mau bekerja untuknya, maka tidak ada hubungan antara kami dan kamu, walaupun kamu berada pada posisi terdepan dalam majelis kami, dan kamu pun membawa gelar paling agung yang ada serta tampil di antara kami dengan tampilan terbesar, dan Allah SWT akan meng-hisab kamu atas duduk-duduk kamu dengan hisab terberat, maka, pilihlah untuk dirimu pilihan yang tepat, dan kami memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT untuk kebaikan kami dan kamu”.

Sumber: http://www.ikhwanonline.com/Article.asp?ArtID=31856&SecID=323

Risalah Nukhbawiyah: Intima Lil Islam Untuk menyelamatkan Jama'ah

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Mutiara Ayat:
Ibnu Abbas RA saat menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah Taala memerintahkan melalui ayat ini kepada orang-orang mukmin untuk bersabar saat ia marah, bersikap santun saat bertemu orang jahil, dan memaafkan saat diperlakukan dengan buruk, dan jika mereka melakukan yang demikian ini maka Allah Taala akan menjaga mereka dari tipu daya Setan, serta lawan-lawan mereka akan tunduk kepada mereka seakan-akan sahabat yang amat akrab.” (Tafsir Ibnu Katsir, VII/181)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkomentar tentang ayat ini, “Inilah para kekasih Allah, inilah para wali Allah, inilah orang-orang yang disucikan di sisi Allah, inilah orang-orang terbaik di sisi Allah, inilah makhluk yang paling dicintai Allah, karena mereka menyambut seruan Allah dengan dakwahnya, lalu mereka mengajak orang-orang lain untuk bersama-sama menyambut seruan-NYA dan beramal shalih dalam rangka taat kepada-NYA, lalu setelah itu mereka berkata: Sungguh kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Maka inilah para Khalifah Allah!” (Tafsir At-Thabari, XXI/469)

Sifat-Sifat Dai:

1. Tarbiyah Yang Matang

Hal yang pertama dilakukan oleh harakah ini adalah membangun al-mihwar at-tanzhimi, yang dicirikan dengan memperkuat hubungan para kader dengan Allah Taala, sehingga kader memiliki aqidah yang mendalam (al-iman al-amiq), pemahaman yang utuh (al fahmu ad-daqiq) dan amal yang berkelanjutan (al-amal al-mutawashil), sehingga mereka mampu memikul bagaimanapun beratnya beban dakwah ini karena:

1. Mengukur berat dan ringannya beban dakwah ini dengan timbangan Iman, bukan dengan perasaan dan logika manusia semata, sehingga sesuatu yang dianggap berat di sisi manusia menjadi ringan saja jika menggunakan aqidah dan iman, dan sebaliknya sesuatu yang dianggap remeh di sisi manusia bisa jadi amat besar di sisi Allah Taala:

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“Kamu menganggapnya sesuatu yang ringan saja padahal ia di sisi Allah dosanya adalah amat besar.”(An-Nur:15)

2. Tiada tugas dakwah yang berat bersama keimanan seorang kader, dan tiada tugas dakwah yang ringan jika bersama kemunafikan:

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Seandainya yang kamu serukan itu keuntungan yang cepat dan perjalanan yang dekat saja pastilah mereka semua mengikutimu, tetapi tempat yang kamu tuju itu terasa amat jauhnya oleh mereka.” (At-Taubah:42)

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka adapula yang menunggu-nunggu tetapi mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya.”(Al-Ahzab:23)

3. Tujuan seorang kader yang benar dalam dakwahnya adalah mardhatillah dalam melaksanakan kewajiban dakwahnya, tidak peduli apapun yang diminta oleh Sang Pemilik kita:

وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى

“Padahal tiada seorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya sehingga harus dibalasnya, tetapi ia memberikan itu semata-mata karena mencari keridhaan RABB-nya Yang Maha Tinggi.” (Al-Lail:19-20)

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu ini hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih.”(Al-Insan:9)

4. Sebaliknya tujuan seorang munafik adalah agar amalnya terlihat oleh manusia, sementara ia selalu berusaha menghindari tugas-tugas yang tidak kelihatan orang lain, memberatkan dan tidak disukainya:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (bermaksud) menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas dan riya’ di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali.”(An-Nisa:142)

يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Mereka mengemukakan uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka dari berperang. Katakanlah: Janganlah kalian mengatakan uzur , kami tidak percaya lagi kepadamu, karena Allah telah memberitahukan pada kami beritamu yang sebenarnya.”

Demikianlah wahai ikhwah ash shadiq wa akhawat ash shadiqah, kematangan tarbiyah ini tersirat dalam ayat yang kita bahas yaitu dalam ayat ke-30 dari surah Fush-shilat (2 ayat sebelum ayat di atas) yang ditunjukkan dengan terbentuknya aqidah yang shahih yaitu menyatakan bahwa :رَبُّنَا اللَّهُ [[1, lalu istiqamah[2] dalam hal tersebut sampai wafat[3] dan jaminan akan dimasukkan ke dalam Jannah Allah Taala[4]. Berkata Sayyid Quthb rahimahullah, “Istiqamah dalam ayat ini bermakna dalam perasaannya ke dalam dan dalam perilakunya ke luar, istiqamah dan bersabar dalam istiqamah tersebut, adalah sebuah hal yang berat dan sulit, sehingga barangsiapa yang mampu melakukannya akan mendapatkan pahala yang besar, yakni turunnya malaikat menghiburnya saat menjelang kematian, pernyataan kasih-sayang mereka, persahabatan mereka dan kabar gembira dari mereka dengan Jannah, dan diakhiri dengan bahwa semua kabar gembira itu disampaikan dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadamu. Maka nikmat mana lagi yang lebih besar dari nikmat ini?”[5]

2. Memiliki Basis Sosial Yang Kuat

Hal kedua yang dilakukan oleh harakah Islam adalah membangun al-mihwar asy-sya’biy, yaitu membentuk basis sosial yang kuat di masyarakat melalui dakwahnya, baik di tempat tinggalnya maupun dimana pun dia berada. ini dicirikan oleh ayat ke-33 di atas melalui makna مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ [6], yaitu dengan segala kegiatan dakwah yang dilakukannya. Maka bagaimana bisa disebut seorang kader, jika masyarakat di daerah tersebut tidak berubah dengan dakwahnya.? Bahkan –naudzubillah- ia bahkan tidak dikenal sama sekali di tempatnya.? Lalu bagaimana kelak ia jika di Yaumil Qiyamah kelak dihadapkan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits shahih tentang tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh الْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ (An-Nisa:36)

Selain di daerah sekitarnya, iapun hendaknya pandai bergaul dan merangkul orang ke pangkuan dakwahnya, karena Nabi SAW bersabda:

“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaqnya” (H.R. Bukhari Muslim)

Artinya kebaikan budi pekerti seseorang merupakan ciri orang terbaik dalam syariah, baik budi pekertinya kepada manusia maupun tentunya budi pekertinya kepada Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan:

“Orang mukmin itu mudah akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa akrab dan tidak bisa diakrabi.”[7] Jadi pandai bergaul, mudah akrab, cepat menarik simpati dalam berinteraksi, sepanjang dilakukan dengan menetapi adab-adab syar’iyah dan tidak melanggar larangan berinteraksi dengan orang lain, maka semua itu adalah tanda kebaikan seorang muslim di sisi Allah Taala.

Dalam hadits lainnya disebutkan:

“Manusia yang paling dicintai Allah Taala adalah yang paling bermanfaat di antara mereka, dan amal yang paling dicintai Allah Taala adalah membuat muslim lainnya bergembira, atau menghilangkan kesulitannya, atau melunasi utangnya, atau mengenyangkan laparnya, dan sungguh seorang muslim itu berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya muslim itu lebih dicintai Allah Taala daripada i’tikaf sebulan di masjidku ini, barangsiapa yang menahan marahnya maka Allah Taala akan menutupi aibnya, dan barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melampiaskan amarahnya maka Allah Taala akan memenuhi hatinya di Hari Kiamat kelak dengan harapan, dan barangsiapa yang berjalan memenuhi kebutuhan saudaranya sampai sempurna terpenuhi kebutuhannya maka Allah Taala akan meneguhkan berdirinya pada Hari dimana tersungkur kaki-kaki manusia di akhirat, dan ketahuilah bahwa keburukan akhlaq itu menghancurkan amal kalian sebagaimana cuka menghancurkan madu.” (H.R. At-Thabari dalam Al-Kabir, III/209; Ibnu Asakir dalam At-Tarikh, XVIII/1; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, II/608)

Demikianlah seorang kader tidak pernah bersikap sombong dan senantiasa penuh pengertian dan kelembutan kepada semua orang, karena mereka ingat ketika Nabi mereka telah menjadi penguasa Arab, dan seorang Arab Badui dibawa ke hadapannya dengan tubuh gemetar ketakutan maka beliau SAW bersabda, “Tenangkan dirimu, aku ini bukanlah Raja, aku ini hanya anak seorang wanita Quraisy, yang biasa makan daging kering.” (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Sa’ad, Al-Hakim dan Al-Haitsami)

3. Melakukan Ekspansi ke Semua Lini

Berikutnya adalah membentuk al-mihwar al-mu’assasi, yang dalam ayat ke-34 di atas disebutkan secara tersirat sebagai sikap: Membalas kejahatan dengan kebaikan, berdiplomasi dengan cara yang terbaik, sehingga bahkan bisa membuat musuh kita menjadi teman setia. Perlu ditegaskan di sini bahwa politik dan dakwah tidak bisa dipisahkan, bahkan turunnya syariat tertinggi dalam Islam yaitu shalat, salah satu bentuknya –yaitu shalat Khauf- adalah karena sebab urusan politik (peperangan). Nabi SAW menunaikan shalat di tengah-tengah pertempuran bersama para sahabatnya di daerah Asfan[8], yaitu ketika beliau SAW mengetahui posisi kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid sudah amat dekat dengan mereka[9]. Dalam kitab Al-Imta’ ada tambahan sebagai berikut[10]:

Saat pasukan Khalid sampai ke dekat posisi kaum muslimin, maka ia menempati posisi antara kaum muslimin & arah Kiblat, saat datang waktu shalat Zhuhur maka seluruh kaum muslimin melakukan shalat berjamaah di belakang Nabi SAW, setelah selesai mereka kembali menempati posisinya, maka berkatalah Khalid dalam hatinya, “Sungguh mereka tadi lalai, jika kita serang tadi, niscaya mereka akan dapat dikalahkan.” Saat tiba waktu shalat Ashar -karena bagi kaum muslimin shalat lebih mereka cintai dari nyawa mereka dan anak-anak mereka- maka mereka semua bersiap akan shalat, lalu datanglah Jibril membawa ayat 102 surat An-Nisa sehingga mereka melakukan shalat dengan aturan shalat Khauf, melihat perubahan cara tersebut berkatalah Khalid dalam hatinya, “Tahulah aku bahwa orang-rang ini ada pembelanya, karena siapakah yang memberi tahu orang-orang ini tentang taktik yang aku baru rencanakan dalam hatiku untuk menyergap mereka saat mereka lalai?”

4. Memimpin Negara dan Dunia

Terakhir adalah membangun al-mihwar ad-daulah, dimana para kader dakwah dipersiapkan untuk memimpin di semua bidang kehidupan, menjadi khalifah Allah di muka bumi, memimpin dunia dengan keadilan dan membawa manusia menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam ayat ke-35 di atas dicirikan dengan ciri bahwa tsabat dan istimrar dalam berdakwah yang hanya dimiliki orang-orang yang sabar, dan dalam ayat ini disebutkan sebagai akan mendapatkan kemuliaan yang amat besar, baik di dunia maupun di akhirat.

1. Menjaga orisinalitas ajaran Islam:

وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آَيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِين

“Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari menyampaikan ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan padamu, dan serulah mereka ke jalan RABB-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik.”(Al-Qashas:87)

2. Mengembalikan ibadah para hamba Allah kepada Allah, yang seharusnya diibadahi dalam setiap aspek kehidupan mereka, setelah sekian lama mereka disibukkan kepada selain-NYA.

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: Wahai para ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kami dan kalian, yaitu agar kita tidak beribadah selain kepada Allah saja dan agar kita tidak menyekutukan-NYA sedikitpun, dan agar tidak pula kita menjadikan sebagian yang lain sebagai ILAH selain Allah. Dan jika mereka tetap berpaling, katakanlah: Saksikan bahwa kami adalah orang yang berserah diri kepada Allah.”(Ali Imran:64)

3. Mengembalikan apa-apa yang hilang dari kaum muslimin, baik berupa ‘harga-diri’ serta ‘kehormatan’ akibat mereka (kaum muslimin) meninggalkan amanah Allah dan tongkat kekhalifahan-nya atas umat manusia.

إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Jika kalian tidak berangkat untuk berjihad, maka nanti Allah akan menyiksa kalian dengan adzab yang pedih, dan digantinya kalian dengan kaum yang lain, dan kalian tidak memudaratkan Allah sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(At-Taubah:39)

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel melalui lisan Daud dan Isa bin Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka lakukan. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka lakukan itu.”(Al-Maidah:78-79)

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

“Andaikan kebenaran itu adalah menurut hawa nafsu mereka, pasti binasalah seluruh langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.”(Al-Mu’minun:71)

4. Mengembalikan kejayaan kaum muslimin, melalui ketinggian iman, sehingga melampaui dan mengungguli kerendahan moral umat lainnya.

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.”(Ali Imran:139)

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka. Jika menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan pula sebagaimana kemu menderitanya, sedang kamu mengharap (pahala) dari Allah yang mereka tidak mengharapkannya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(An-Nisa:104)

5. Berdakwah tersebut merupakan pemenuhan kewajiban syar’i.

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan hendaklah ada di antaramu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:105)

مَا مِنْ نَبِىٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

“Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang Nabi-pun yang diutus oleh Allah Taala sebelumku, melainkan ada di antara umatnya para penolong dan sahabat yang mengambil sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, lalu umat tersebut digantikan setelahnya oleh orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan, maka barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya maka iapun mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya maka mereka pun mukmin dan tiada lagi keimanan tanpa salah satu dari ketiga perbuatan itu walaupun sebesar biji Sawi.” (H.R. Muslim)

Wallahu a’lam bis shawab

——————————–

[1] Yaitu menyatakan tauhid dan tidak syirik kepada Allah sedikitpun, ini adalah pendapat Abu Bakar RA dan Mujahid RA, lih. At-Thabari, XXI/464; juga pendapat Utsman RA (lih. Bahrul Muhith, VII/496),br \>
[2] Umar RA berpendapat bahwa makna istiqamah di sini dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan (HR At-Thabrani, XXIV/115; diperkuat oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur, VII/322); Sementara Ali RA dan Ibnu Abbas RA berpendapat bahwa maknanya istiqamah dalam menjalankan yang difardhukan Allah Taala (HR At-Thabrani, XXIV/115; lih juga At-Thabari, XXIV/115 yang diperkuat oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur, VII/322)

[3] Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi SAW dari Anas RA (HR Abu Ya’la, VI/213 dan An Nasa’i dalam Al-Kubra, no. 11470), lih. Juga Ibnu Katsir, VII/175

[4] Makna “turunnya malaikat” dalam ayat ini yakni: Di saat wafat, ini adalah pendapat Ibnu Abbas RA, sementara Al-Waki’ RA berpendapat: Saat wafat, saat di dalam kuburnya, dan saat ia dibangkitkan kembali (lih. Bahrul Muhith, VII/496 dan Zadul Masir, VII/257); sementara makna, “jangan takut”, yaitu terhadap urusan akhirat yang menunggumu, dan makna “jangan sedih” yaitu terhadap keluarga yang kamu tinggalkan, demikian menurut Mujahid RA (lih. At-Thabari, XXIV/116; juga Ibnu Katsir, IV/100)

[5] Lih. Azh-Zhilal, VI/295

[6] Maknanya menurut para mufassir ialah: Rasulullah SAW, lalu para muadzin yang menyeru orang untuk mengerjakan shalat, lalu orang-orang yang menyeru orang lain namun ia juga memulainya dari diri mereka sendiri (lih. At-Thabari, XXI/469; Ibnu Katsir, VII/179)

[7] HR Al-Haitsami dalam Al-Majma’, X/273-274; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, I/425 no. 426

[8] HR Abu Daud, Kitabu Shalah, hal. 215, haditsnya shahih (lih. Al-Mustadrak, III/338; Sunan Al-Kubra, III/257; Tafsir Ibnu Katsir, I/548; Al-Ishabah, VII/294). Ibnu Hajar menyebut secara pasti bahwa hal ini terjadi di Hudhaibiyah (Al-Fath, VII/423)

[9] Ini berdasarkan pendapat yang menyatakan perang Dzatu Riqa’ setelah perang Khaibar & inilah yang lebih shahih, wallahu a’lam

[10] Imta’ul-Asma’, Al-Muqrizi, I/380

Sumber: al-ikhwan.net

Selasa, 20 Januari 2009

Dialog Cinta Sang Generasi....

Dialog Selepas Malam

“ Akhi\Ukhti, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam
da’wah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar.
Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata
ikhwah banyak pula yang aneh-aneh.“ Begitu keluh kesah
seorang mad’u kepada murobbi\yahnya di suatu malam.
Sang murobbi\yah hanya terdiam, mencoba terus menggali
semua kecamuk dalam diri mad’unya. “ Lalu, apa yang
ingin antm\i lakukan setelah merasakan semua itu ? “
sahut sang murobbi\yah setelah sesaat termenung.“Ana
ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana
kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tak
Islami. Juga dengan organisasi da’wah yang ana geluti
; kaku dan sering mematikan potensi
anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana lebih baik
sendiri saja.“ jawab ikhwah itu.

Sang murobbi\yah termenung kembali. Tak tampak raut
terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap
terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah
diketahuinya sejak awal. “akhi\ukhti, bila suatu kali antm\i
naik sebuah kapal mengarungi lautan luas, Kapal itu
ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang,
kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau
kotoran manusia. Lalu, apa yang antm\i lakukan untuk
tetap sampai pada tujuan ?“ Tanya sang murobbiyah
dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad’u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya
mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan
yang amat tepat.

“ Apakah antm\i memilih untuk terjun ke laut dan
berenang sampai tujuan ?“ sang murobbi\yah memcoba memberi
opsi. “ Bila antm\i terjun ke laut, sesaat antm\i akan
merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia,
merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain
dengan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa
kekuatan antm\i untuk berenang sampai tujuan ?
Bagaimana bila ikan hiu datang ? Darimana antm\i
mendapat makan dan minum ? Bila malam datang,
bagaimana antum mengatasi hawa dingin ?“ serentetan
pertanyaan dihamparkan dihadapan sang ikhwah tersebut.

Tak ayal, sang ikhwah menangis tersedu. Tak kuasa rasa
hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya
kadang memuncak, namun sang murobbi\yah yang
dihormatinya justru tak memberi jalan keluar yang
sesuai dengan keinginannya.
“akhi\ukhti, apakah antm\i masih merasa bahwa jalan da’wah
adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah SWT
?“ ( Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang
akhwat. Ia hanya mengangguk. )“ Bagaimana bila
ternyata mobil yang anti kendarai dalam menempuh jalan
itu ternyata mogok ? anti akan berjalan kaki
meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau
mencoba memperbaikinya ?“ Tanya sang murobbi\yah lagi.

Sang akhi\ukhti tetap terdiam dalam sesenggukkan tangis
perlahannya. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya ;“
Cukup ukhti, cukup. Ana sadar. Maafkan ana, Insya
Allah SWT ana akan tetap istiqomah. Ana berda’wah
bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar
setiap kata-kata ana diperhatikan.”
“ Biarlah yang lain dengan urusan pribadi
masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam
da’wah. Dan hanya saja yang akan membahagiakan ana
kelak dengan janji-janji- Nya. Biarlah segala
kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana
.“
sang mad’u berazzam di hadapan sang murobbi\yah yang
semakin dihormatinya. Sang murobbi\yah tersenyum.
“akhi\ukhti, jama’ah ini adalah jama’ah manusia. Mereka
adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan.
Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan
yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang
menyambut seruan untuk berda’wah. Dengan begitu,
mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik
pilihan .“

“ Bila ada satu-dua kelemahan dan kesalahan mereka,
janganlah hal itu mendominasi perasaan antm\i.
Sebagaimana ALLAH ta’ala menghapus dosa manusia dengan
amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata
anti dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap da’wah
selama ini. Karena di mata, belum tentu antm\i lebih
baik dari mereka.“
“ Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi
lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap
ketidaksepakatan selalu disikapi dengan jalan itu;
maka kapankah da’wah ini dapat berjalan baik ?“
sambungnya panjang lebar.

Sang mad’u termenung merenungi setiap kalimat
murobbiyahnya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun
ada satu hal tetap bergelayut di hatinya. “ Tapi
bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi da’wah
dengan kapasitas ana yang lemah ini ?“ sebuah
pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

“ Siapa bilang kapasitas anti lemah ? Apakah ALLAH
mewahyukan kepada antm\i ? Semua manusia punya kapasitas
yang berbeda. Namun tak ada yang bisa menilai bahwa
yang satu lebih baik dari yang lain !“ sahut sang
murobbi\yah.

“ Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiyah dalam
kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang pada semua
ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena
peringatan selalu berguna bagi orang yang beriman.
Bila ada sebuah isu atau gossip, tutuplah telinga anti
dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghibah anti
terhadap saudara antm\i sendiri. Dengan itulah, Bilal
yang mantan budak hina menemui kemuliaannya.“

Malam itu sang mad’u menyadari kesalahannya. Ia
bertekad untuk tetap berputar bersama jama’ah dalam
mengarungi jalan da’wah…


Taken from : Al-Izzah dengan beberapa perubahan.
Kembalikan semangat itu saudara\i ku, jangan biakan asa
itu hilang, ditelan gersangnya debu yang menerpa.
Biarlah itu semua menjadi saksi, sampai kita diberi 2
kebaikan oleh ALLAH SWT: kemenangan atau mati syahid

Minggu, 18 Januari 2009

Prolog-tentang Nikah

      Nikah adalah mutholak arah/ titik perubahan yang belum pasti: bisa tambah lebih baik atau malah terpuruk...baik karena proses, persiapan, kondisi diri sudah terkonsep dan teruji dalam menjalankan semua PLAN kehidupan semenjak kita sadar akan kehidupan dan dewasa dg segala aspek kemanusiaan (fisik, Psikologi, ruhani, dll)..terpuruk bisa jadi karena niat yang 'pudar', proses yang kurang baik dan dosa terakumulasi menjadi ujian setelah menikah...karena menikah merupakan mengenapkan kewajiban kita terhadap DIEN ini, maka Allah lengkapkan pula ujiannya ketika berstatus setelah menikah...bagi yang terus menjalankan ujian ini dengan memperbaharui seluruh aspek nilai dosa yang telah lakukan oleh suami-istri maka enddingnya akan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah wad da'wah ...jadi menikah adalah proses kehidupan...manusiawi dan ILLAHI...baik dan buruk semuanya mempunyai nilai ujian masing2...
      yang pasti ALLAH SWT akan hamparkan segala nikmat dan kebaikan bagi Hamba- hambanya yang memproses kehidupan ini dengan manusiawi (naluri kebaikan manusia)....watawaa shaubil haq watawaa shaubish shobr...fastabiqul khoiraat...amien...

( Ahmad Syahril Baidilah El-Bantani
: mawaqifun Nikah Fid Da'wah, Bab Ma'ani An-Nikah Fid Da'wah, Juz I Hal:14, Cetakan I, 2008 M/ 1429 H, Azzam Publishing, Jakarta)

TO ALL AKHWAT OR UMMAHAT

ada kisah tentang seorang akhwat...
begini ceritanya...
akhwat itu sebagaimana perempuan biasa, lemah gemulai, gaptek, ga bisa mengendarai sepeda, motor, apalagi mobil...perawakannya biasa, ilmunya juga biasa, parasnya juga biasa tapi yang luar biasa dia bersuamikan seorang aktivis dakwah yang tawadhu' dan muharik...alhamdulillah keluarga mereka dikarunia seorang anak laki- laki yang lincah dan mungil..alkisah ketika ibu dan anak ini ditinggalkan oleh suaminya untuk tugas dakwah...motor dengan standar dua sang suami ditinggalkan diruangan dalam rumah yang serba sederhana...
singkatnya: ketika sang anak- anak bermain2 dengan motor yang sedah distandar dua tiba- tiba saja tertiban oleh motor, spontan saja sangn ummi mendengar tangis+terikan anaknya lari terbirit- birit mencari sumber suara...melihat kaki anaknya tertimpah motor dengan refleks dan spontan sang Ummi membangunkan motor seperti semula..
setelah posisi motor sudah baik, sang ummi langsung menggendong anaknya...ketika menggendong tiba- tiba sang ibu malah mikir:qo saya bisa ya membangunkan motor yang berat itu,padahal dulu ketika saya belajar motor sendiri dan jatuh saya sama sekali tidak bisa membangunkannya karena memang berat..tapi tadi dengan tiba- tiba dan refleks pula saya begitu mudah dan ringan membangunkan motor itu..

so, what?apa ibroh dari pelajaran itu untuk para akhwat kawan...
BISA DENGAN 'DIPAKSA', DIGERAKKAN OLEH HATI, AMBIL PELAJARAN DISETIAP PERISTIWA...saya yakin akhwat bisa, apalagi mereka dalah perasa...ingat sang ummi menyelamatkan anaknya dan ingin memposisikan motor dengan baik..berjuanglah..

Ukhti Hatimu Dijendela Dunia- Akhi Juga...

Ukhti…Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho tuhanmu, mungkinkah besarnya kerudungmu hanya di gunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang, atau mungkin kerudung besarmu hanya di jadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan ikhwan yang di idamkan bahkan bisa jadi kerudung besarmu hanya akan di jadikan sebagai identitasmu saja, supaya bisa mendapat gelar akhwat dan di kagumi oleh banyak ikhwan.

Ukhti…Tertutupnya tubuhmu tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antunna sendiri, coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa di sadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manis mu.

Ukhti…Lembutnya suaramu mungkin selembut sutra bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelembutan suara antunna sama dengan lembutnya ksasihmu pada saudaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu.

Ukhti…Lembutnya Parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa sekalipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain.

Ukhti…Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu di lewati dengan rasa rindu menuju Tuhanmu dengan bangun di tengah malam dan di temani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujud mu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan. Atau sebaliknya, malammu selalu di selimuti dengan tebalnya selimut setan dan di nina bobokan dengan mimpi-mimpi negatifmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh.
Ukhti…Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang antuna dapatkan, ataukah antunna tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat.

Ukhti…Cantiknya wajahmumu tidak menjamin kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antunna sendiri, pernahkah antunna menyadari bahwa kecantikan yang antunna punya hanya titipan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antunna masih terlihat cantik, jangan-jangan kecantikanmu hanya di jadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu.

Ukhti…Tundukan pandanganmu yang jatuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuh yang akan antunna hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu.

Ukhti…Tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu yang tertindas di Palestina, pernahkah antunna menangis ketika mujahid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja, pernahkah antunna merasakan bagaimana rasanya berjihad yang di lakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan.

Ukhti…Lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antunna perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman, saudara bahkan keluarga antunna sendiri belum merasakan manisnya islam dan iman. Mereka belum merasakan apa yang antunna rasakan, bisa jadi salah satu dari keluargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berperilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antunna menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang antunna rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemuliaan Islam.

Ukhti…Tebalnya kerudungmu tidak menjamin setebal imanmu pada Sang Khalikmu, antunna adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul di jaga olehmu, banyak cara yang harus antunna lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakukan sejak dari sekarang, kapan lagi coba….?

Ukhti…Putihnya kulitmu tidak menjamin seputih hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan keluargamu sendiri, masih kah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya dan sombong, pernahkah antunna membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah di raih dan merasa diri paling wah, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di atas rata - rata akhwat yang lain, sesombong itukah hatimu? lalu di manakah beningnya hatimu, dan putihnya cintamu.

Ukhti…Rajinnya ngajimu tidak menjamin serajin infakmu ke mesjid atau mushola, sadarkah antunna kalo kotak - kotak nongkrong di masjid masih terlihat kosong dan menghawatirkan, tidakkah antunna memikirkan infaq sedikit saja, bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang antunna masukan, maukah antunna di beri rizki sepelit itu?

Ukhti…Rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunnah senin- kamis yang antunna laksanakan , kejujuran hati tidak bisa dibohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk di laksanakan. Tapi, semangat ruhani tanpa di sadari turun drastic, puasa ayyaumul bidh pun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang di rasakan terlalu sering dalam seminggu, separah itukah hati antuna? makanan fisik yang antuna pikirkan dan ternyata ruhiyah pun butuh stok makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi.

Ukhti…Manisnya senyummu tak menjamin semanis rasa kasihmu terhadap sesamamu, kadang sikap ketusmu terlalu banyak mengecewakan orang sepanjang jalan yang antunna lewati, sikap ramahmu pada orang antuna temui sangat jarang terlihat, bahkan selalu dan selalu terlihat cuek dan menyebalkan, kalau itu kenyataannya bagaiamana orang lain akan simpati terhadap komunitas dakwah yang memerlukan banyak kader. Ingat!!! Dakwah tidak memerlukan antunna tapi… antunnalah yang memerlukan dakwah, kita semua memerlukan dakwah.

Ukhti…Rajinnya shalat malammu tidak menjamin keistiqomahan seperti Rosulullah sebagai panutanmu.

Ukhti…Ramahnya sikapmu tidak menjamin seramah sikapmu terhadap sang kholikmu, masihkah antunna senang bermanjaan dengan tuhanmu dengan shalat dhuhamu, shalat malammu?

Ukhti…Dirimu bagaikan kuntum bunga yang mulai merekah dan mewangi, akankah nama harummu disia-siakan begitu saja dan atau sanggupkah antuna ketika sang mujahid akan segara menghampirimu.

Ukhti…Masih ingatkah antunna terhadap pepatah yang masih terngiang sampai saat ini bahwa "akhwat yang baik hanya untuk ikhwan yang baik", jadi siap-siaplah sang syuhada akan menjemputmu di pelaminan hijaumu.

Ukhti…Baik buruk parasmu bukanlah satu-satunya jaminan akan sukses masuk dalam surga Rabbmu. Maka, tidak usah berbangga diri dengan parasmu yang molek, tapi berbanggalah ketika iman dan taqwamu sudah betul-betul terasa dan terbukti dalam hidup sehari-harimu.

Ukhti…Muhasabah yang antunna lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuan antunna yang di lakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu, sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus di lakukan sebelum tidur, antunna tidur mendengkur begitu saja dan tidak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan akhlak busuk mu di lupakan, kenapa muhasabah tidak di jadikan sebagai moment untuk perbaikan diri? bukankah akhwat baik yang hanya akan mendapatkan ikhwah yang baik.

Ukhti…Pernahkah antunna bercita-cita ingin mendapatkan suami ikhwan yang ideal, wajah yang manis, badan yang kekar, dengan langkah tegap dan pasti, bukankah apa yang antunna pikirkan sama dengan yang ikhwan pikirkan yaitu ingin mencari isteri yang solehah dan seorang mujahidah, kenapa tidak dari sekarang antunna mempersiapkan diri menjadi seorangan mujahidah yang solehah.

Ukhti…Apakah kebiasaan buruk wanita lain masih ada dan hinggap dalam diri antuna, seperti bersikap pemalas dan tak punya tujuan atau lama-lama nonton tv yang tidak karuan dan hanya akan mengeraskan hati sampai lupa waktu, lupa Bantu orang tua, kapan akan menjadi anak yang birruwalidain, kalau memang itu terjadi jadi sampai kapan, mulai kapan antunna akan mendapat gelar mujahidah atau akhwat solehah.

Ukhti…Apakah pandanganmu sudah terpelihara, atau pura-pura nunduk ketika melihat seorang ikhwan dan terlepas dari itu matamu kembali jelalatan layaknya mata harimau mencari mangsa, atau tundukan pandangannmu hanya menjadi alasan belaka karena merasa berkerudung besar.

Ukhti… Hatimu di jendela dunia, dirimu menjadi pusat perhatian semua orang, sanggupkah antuna menjaga izzah yang antuna punya, atau sebaliknya antuna bersikap acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itu akan merusak citra akhwat yang lain, kadang orang lain akan mempunyai persepsi di sama ratakan antara akhwat yang satu dengan akhwat yang lain, jadi kalo antunna sendiri membuat kebobrokan akhlak maka akan merusak citra akhwat yang lain.

Ukhti…Dirimu menjadi dambaan semua orang, karena yakinlah preman sekalipun, bahkan brandal sekalipun tidak menginginkan isteri yang akhlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan isteri yang solehah, siapkah antunna sekarang menjadi isteri solehah yang selalu di damba-dambakan oleh semua orang?

Untuk Ikhwan juga ada loch....
Akhi…Besarnya tenagamu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho tuhanmu, mungkinkah besarnya tenagamu hanya di gunakan sebagai Ciri khas seOrang pRia beLaka? atau mungkin besar tenagamu hanya di jadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan Akhwat yang di idamkan bahkan bisa jadi besar tenagamu hanya akan di jadikan sebagai imaGemu saja, supaya bisa mendapat gelar iKhwan yg kuat dan di kagumi oleh banyak akhwat.

Akhi…Tertutupnya tubuhmu tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antum sendiri, coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah iKhwan jg taNpa seNgaja atw sengaja melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manis mu.

Akhi…Lantangnya suaramu dLm berorasi mungkin selantang petir yg menyambar bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelantangan suara antum sama dengan lantangnya pembeLaanmu pada hak2 saudaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan perLindungan dan kasih sayangmu.

Akhi…Lembutnya Parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa sekalipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain.

Akhi…Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu di lewati dengan rasa rindu menuju Tuhanmu dengan bangun di tengah malam dan di temani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujud mu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan. Atau sebaliknya, malammu selalu di selimuti dengan tebalnya selimut setan dan di nina bobokan dengan mimpi-mimpi negatifmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh.

Akhi…Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang antuna dapatkan, ataukah antum tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat.

Akhi…Tampannya wajahmu tidak menjamin Tampannya hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antum sendiri, pernahkah antm menyadari bahwa ketampanan yang antum punya hanya titipan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antunm masih terlihat tampan, jangan-jangan ketampananmu hanya di jadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati akhwat dengan senyuman-senyuman busukmu.

Akhi…Tundukan pandanganmu yang jatuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuh yang akan antum hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu.

Akhi…Tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu yang tertindas di Palestina, pernahkah antm menangis ketika mujahid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja, pernahkah antm merasakan bagaimana rasanya berjihad yang di lakukan oleh para mujahid-mujahid teladan.

Akhi…Lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antum perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman, saudara bahkan keluarga antum sendiri belum merasakan manisnya islam dan iman. Mereka belum merasakan apa yang antm rasakan, bisa jadi salah satu dari keluargamu masih gemar bermaksiat, dan berperilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antum menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang antm rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemuliaan Islam.

Akhi…Tebalnya jenggotmu tidak menjamin setebal imanmu pada Sang Khalikmu, antum adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul di jaga olehmu, banyak cara yang harus antum lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakukan sejak dari sekarang, kapan lagi coba….?



Akhi…HaLusnya perangaimu tidak menjamin haLusnya hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan keluargamu sendiri, masihkah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya dan sombong, pernahkah antum membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah di raih dan merasa diri paling wah, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di atas rata - rata ikhwah yang lain, sesombong itukah hatimu? lalu di manakah beningnya hatimu, dan haLusnya cintamu.

Akhi…Rajinnya ngajimu tidak menjamin serajin infakmu ke mesjid atau mushola, sadarkah antum kalo kotak - kotak nongkrong di masjid masih terlihat kosong dan menghawatirkan, tidakkah antm memikirkan infaq sedikit saja, bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang antum masukan, maukah antum di beri rizki sepelit itu?

Akhi…Rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunnah senin- kamis yang antum laksanakan , kejujuran hati tidak bisa dibohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk di laksanakan. Tapi, semangat ruhani tanpa di sadari turun drastic, puasa ayyaumul bidh pun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang di rasakan terlalu sering dalam seminggu, separah itukah hati antum? makanan fisik yang antum pikirkan dan ternyata ruhiyah pun butuh stok makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi.

Akhi…Manisnya senyummu tak menjamin semanis rasa kasihmu terhadap sesamamu, kadang sikap ketusmu terlalu banyak mengecewakan orang sepanjang jalan yang antum lewati, sikap ramahmu pada orang antum temui sangat jarang terlihat, bahkan selalu dan selalu terlihat cuek dan menyebalkan, kalau itu kenyataannya bagaiamana orang lain akan simpati terhadap komunitas dakwah yang memerlukan banyak kader. Ingat!!! Dakwah tidak memerlukan antum tapi… antumlah yang memerlukan dakwah, kita semua memerlukan dakwah.

Akhi…Rajinnya shalat malammu tidak menjamin keistiqomahan seperti Rosulullah sebagai panutanmu.

Akhi…Ramahnya sikapmu tidak menjamin seramah sikapmu terhadap sang kholikmu, masihkah antum senang bermanjaan dengan tuhanmu dengan shalat dhuhamu, shalat malammu?

Akhi…Dirimu adaLah iMam dLm kLuarga. akankah geLar itu disia-siakan saja dan sanggupkah antum menghampiri sang mujahidah yg menunggumu.

Akhi…Masih ingatkah antum terhadap pepatah yang masih terngiang sampai saat ini bahwa "akhwat yang baik hanya untuk ikhwan yang baik", jadi siap-siaplah menjemput sang bidadari di pelaminan hijaumu.

Akhi…Baik buruk parasmu bukanlah satu-satunya jaminan akan sukses masuk dalam surga Rabbmu. Maka, tidak usah berbangga diri dengan parasmu yang rupawan, tapi berbanggalah ketika iman dan taqwamu sudah betul-betul terasa dan terbukti dalam hidup sehari-harimu.

Akhi…Muhasabah yang antm lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuan antm yang di lakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu, sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus di lakukan sebelum tidur, antm tidur mendengkur begitu saja dan tidak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan akhlak busuk mu di lupakan, kenapa muhasabah tidak di jadikan sebagai moment untuk perbaikan diri? bukankah ikhwan baik yang hanya akan mendapatkan akhwat yang baik.

Akhi…Pernahkah antum bercita-cita ingin mendapatkan istRi akhwat yang shoLehah, dengan wajah yang manis, dan dengan keLembutan&kebaikan hatinya, bukankah apa yang antum pikirkan sama dengan yang akhwat pikirkan yaitu ingin mencari suami yang sholeh dan seorang mujahid, kenapa tidak dari sekarang antum mempersiapkan diri menjadi seorangan mujahid yang sholeh.

Akhi…Apakah kebiasaan buruk LeLaki yg lain masih ada dan hinggap dalam diri antum, seperti bersikap pemalas dan tak punya tujuan atau lama-lama nonton tv yang tidak karuan dan hanya akan mengeraskan hati sampai lupa waktu, lupa Bantu orang tua, kapan akan menjadi anak yang birruwalidain, kalau memang itu terjadi jadi sampai kapan, mulai kapan antum akan mendapat gelar mujahid atau ikhwan sholeh.

Akhi…Apakah pandanganmu sudah terpelihara, atau pura-pura nunduk ketika melihat seorang akhwat dan terlepas dari itu matamu kembali jelalatan layaknya mata harimau mencari mangsa, atau tundukan pandangannmu hanya menjadi alasan belaka karena merasa berkerudung besar.

Akhi…Hatimu di jendela dunia, dirimu menjadi pusat perhatian semua orang, sanggupkah antum menjaga izzah yang antum punya, atau sebaliknya antum bersikap acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itu akan merusak citra ikhwan yang lain, kadang orang lain akan mempunyai persepsi di sama ratakan antara ikhwan yang satu dengan ikhwan yang lain, jadi kalo antum sendiri membuat kebobrokan akhlak maka akan merusak citra ikhwan yang lain.

Akhi…Dirimu menjadi dambaan semua orang, karena yakinlah preman wanita sekalipun tidak menginginkan suami yang akhlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan suami yang sholeh, siapkah antum sekarang menjadi suami yg sholeh yang selalu di damba-dambakan oleh semua wanita?

PROPOSAL NIKAH- Renungan Untuk Memperbaharui Niat



Latar Belakang

     Ibunda, Ayahanda dan asaudara-saudaraku yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin
    Ibunda, Ayahanda dan saudara-saudaraku yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".
    Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).
    Ibunda, Ayahanda dan saudara- saudaraku tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga¡¨, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.
    Ibunda, Ayahanda dan suadara- saudaraku tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda, Ayahanda dan saudara-saudaraku..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.

Dasar Pemikiran

Dari Al Qur¡¦an dan Al Hadits :
1. "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).
2. "Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
3. ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
4. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
5. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
6. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
7. Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).
8. Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).
9. ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).
10. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).
11. Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
12. Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
13. Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
14. Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).
14. Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
15. "Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."
16. "Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).
17. Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
18. Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
19. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
20. Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).
21. Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).
22. Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).
23. Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).

Tujuan Pernikahan


1. Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
2. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
3. Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.
4. Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
5. Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
6. Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).
7. Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan)

Kesiapan Pribadi

1. Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah. Rasulullah SAW. bersabda : ¡§Man Jadda Wa Jadda¡¨ (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).
2. Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).
3. Termasuk tathhir (mensucikan diri).
4. Secara materi, Insya Allah siap. ¡§Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya¡¨ (Qs. At Thalaq (65) : 7)

Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan

1. Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.
2. Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.
3. Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.
4. Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.
5. Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad) dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi).. Astaghfirullahaladzim.. Na'udzubillahi min dzalik
Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :
• Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang:Ir, DR, SE, SH, ST, dsb
• Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu'an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)
• Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.
• Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah.

Memperbaiki Niat :

Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.

1. Niat Ketika Memilih Pendamping
Rasulullah bersabda :"Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).
"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).
Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).
Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ¡§Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Niat dalam Proses Pernikahan
Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).
Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i)..Subhanallah..
Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.
Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),

2. Meraih Pernikahan Ruhani
Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.
Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)

Penutup
"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).
Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).
Ibunda, Ayahanda dan saudara-saudaraku yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah.. demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda, Ayahanda dan saudara- saudaraku.. memahami keinginan saya. Atas restu dan doa dari Ibunda serta Ayahanda..saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira". "Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan.. YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"
====================================
Dedicated to : My inspiration .... yang pernah singgah dan menghuni "hati" ...Astaghfirullah !! Saat langkah ada didunia maya, tak menapak di bumi-Nya..Lalu, kucoba atur gelombang asa..Robbi kudengar panggilanMu tuk meniti jalan RidhoMu.. Kuharap ada penolong dari hambaMu meneguhkan tapak kakiku di jalan-Mu dan menemani panjangnya jalan dakwah yang harus aku titi.. " Saat Cinta dan Rindu tuk gapai Syurga dan Syahid di jalanNya makin membuncah.."
====================================
Maraji / Referensi :
1. Majalah Ishlah, Edisi Awal Tahun 1995.
2. Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, 1994, Cet. 27, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
3. Fikih Sunnah 6, Sayyid Sabiq, 1980, cet. 15, Bandung, Pt. Al Ma'arif.
4. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Muhammad Faudzil Adhim, 1998, Yogyakarta, Mitra Pustaka.
5. Indahnya Pernikahan Dini, Muhammad Faudzil Adhim, 2002, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press.
6. Rintangan Pernikahan dan Pemecahannya, Abdullah Nashih Ulwan, 1997, Cet. 1, Jakarta, Studia Press.
7. Perkawinan Masalah Orang muda, Orang Tua dan Negara, Abdullah Nashih Ulwan, 1996, Cet. 5, Jakarta, Gema Insani Press.
8. Kebebasan Wanita, jilid 1, 5, 6, A.H.A. Syuqqah, 1998, Cet.1, Jakarta, Gema Insani Press
9. Sulitnya Berumah Tangga, Muhammad Utsman Al Khasyt, 1999, Cet. 18, Jakarta, Gema Insani Press.
10. Majalah Cerdas Pemuda Islam Al Izzah, Wahai Pemuda, Menikahlah, No. 17/Th. 2 31 Mei 2001, Jakarta, YPDS Al Mukhtar.