Selasa, 20 Januari 2009

Dialog Cinta Sang Generasi....

Dialog Selepas Malam

“ Akhi\Ukhti, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam
da’wah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar.
Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata
ikhwah banyak pula yang aneh-aneh.“ Begitu keluh kesah
seorang mad’u kepada murobbi\yahnya di suatu malam.
Sang murobbi\yah hanya terdiam, mencoba terus menggali
semua kecamuk dalam diri mad’unya. “ Lalu, apa yang
ingin antm\i lakukan setelah merasakan semua itu ? “
sahut sang murobbi\yah setelah sesaat termenung.“Ana
ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana
kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tak
Islami. Juga dengan organisasi da’wah yang ana geluti
; kaku dan sering mematikan potensi
anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana lebih baik
sendiri saja.“ jawab ikhwah itu.

Sang murobbi\yah termenung kembali. Tak tampak raut
terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap
terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah
diketahuinya sejak awal. “akhi\ukhti, bila suatu kali antm\i
naik sebuah kapal mengarungi lautan luas, Kapal itu
ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang,
kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau
kotoran manusia. Lalu, apa yang antm\i lakukan untuk
tetap sampai pada tujuan ?“ Tanya sang murobbiyah
dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad’u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya
mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan
yang amat tepat.

“ Apakah antm\i memilih untuk terjun ke laut dan
berenang sampai tujuan ?“ sang murobbi\yah memcoba memberi
opsi. “ Bila antm\i terjun ke laut, sesaat antm\i akan
merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia,
merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain
dengan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa
kekuatan antm\i untuk berenang sampai tujuan ?
Bagaimana bila ikan hiu datang ? Darimana antm\i
mendapat makan dan minum ? Bila malam datang,
bagaimana antum mengatasi hawa dingin ?“ serentetan
pertanyaan dihamparkan dihadapan sang ikhwah tersebut.

Tak ayal, sang ikhwah menangis tersedu. Tak kuasa rasa
hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya
kadang memuncak, namun sang murobbi\yah yang
dihormatinya justru tak memberi jalan keluar yang
sesuai dengan keinginannya.
“akhi\ukhti, apakah antm\i masih merasa bahwa jalan da’wah
adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah SWT
?“ ( Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang
akhwat. Ia hanya mengangguk. )“ Bagaimana bila
ternyata mobil yang anti kendarai dalam menempuh jalan
itu ternyata mogok ? anti akan berjalan kaki
meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau
mencoba memperbaikinya ?“ Tanya sang murobbi\yah lagi.

Sang akhi\ukhti tetap terdiam dalam sesenggukkan tangis
perlahannya. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya ;“
Cukup ukhti, cukup. Ana sadar. Maafkan ana, Insya
Allah SWT ana akan tetap istiqomah. Ana berda’wah
bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar
setiap kata-kata ana diperhatikan.”
“ Biarlah yang lain dengan urusan pribadi
masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam
da’wah. Dan hanya saja yang akan membahagiakan ana
kelak dengan janji-janji- Nya. Biarlah segala
kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana
.“
sang mad’u berazzam di hadapan sang murobbi\yah yang
semakin dihormatinya. Sang murobbi\yah tersenyum.
“akhi\ukhti, jama’ah ini adalah jama’ah manusia. Mereka
adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan.
Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan
yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang
menyambut seruan untuk berda’wah. Dengan begitu,
mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik
pilihan .“

“ Bila ada satu-dua kelemahan dan kesalahan mereka,
janganlah hal itu mendominasi perasaan antm\i.
Sebagaimana ALLAH ta’ala menghapus dosa manusia dengan
amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata
anti dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap da’wah
selama ini. Karena di mata, belum tentu antm\i lebih
baik dari mereka.“
“ Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi
lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap
ketidaksepakatan selalu disikapi dengan jalan itu;
maka kapankah da’wah ini dapat berjalan baik ?“
sambungnya panjang lebar.

Sang mad’u termenung merenungi setiap kalimat
murobbiyahnya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun
ada satu hal tetap bergelayut di hatinya. “ Tapi
bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi da’wah
dengan kapasitas ana yang lemah ini ?“ sebuah
pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

“ Siapa bilang kapasitas anti lemah ? Apakah ALLAH
mewahyukan kepada antm\i ? Semua manusia punya kapasitas
yang berbeda. Namun tak ada yang bisa menilai bahwa
yang satu lebih baik dari yang lain !“ sahut sang
murobbi\yah.

“ Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiyah dalam
kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang pada semua
ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena
peringatan selalu berguna bagi orang yang beriman.
Bila ada sebuah isu atau gossip, tutuplah telinga anti
dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghibah anti
terhadap saudara antm\i sendiri. Dengan itulah, Bilal
yang mantan budak hina menemui kemuliaannya.“

Malam itu sang mad’u menyadari kesalahannya. Ia
bertekad untuk tetap berputar bersama jama’ah dalam
mengarungi jalan da’wah…


Taken from : Al-Izzah dengan beberapa perubahan.
Kembalikan semangat itu saudara\i ku, jangan biakan asa
itu hilang, ditelan gersangnya debu yang menerpa.
Biarlah itu semua menjadi saksi, sampai kita diberi 2
kebaikan oleh ALLAH SWT: kemenangan atau mati syahid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar